Sabtu, 22 November 2008

Teknologi nanopartikel menciptakan obat HIV sebulan sekali


Para peneliti berupaya memasukkan molekul obat HIV dalam partikel polimer yang sangat kecil yang mengeluarkan obat secara perlahan waktu disuntikkan. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan terapi HIV: ART suntikan yang dapat kita pakai sebulan sekali.

Perusahaan dan obat yang paling jauh menjalani penelitian ini adalah Tibotec/Johnson and Johnson dengan rilpivirine (TMC278), obat golongan NNRTI yang masih belum disetujui. Rilpivirine dipilih karena bentuk tabletnya mempunyai masa paruh yang lama dan bioavailabilitas yang tinggi, yang berarti dosis sehari sekali hanya 25mg (dibandingkan dengan 600mg untuk protease inhibitor (PI) darunavir produksi Tibotec).

Dr. Gerben van t’Klooster mempresentasikan temuan ini dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections (CROI) ke-15 di Boston.

Tibotec membentuk TMC278 sebagai penyangah partikel kecil yang dikeluarkan secara perlahan. Mereka tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana partikel ini dibuat, kecuali mengatakan bahwa pembuatannya melibatkan apa yang disebut teknologi NanoCrystal. Partikel ini kurang lebih berdiameter 200 nanometer (nm, seperlimaribu milimeter), yang sebanding dengan ukuran virus HIV (120nm).

Kemudian dalam beberapa percobaan, penyanggah ini didosiskan sebagai suntikan di bawah kulit atau dalam otot pada tikus (dengan dosis 20mg per kg) dan pada anjing (dengan dosis sampai 300mg per hari).

Suntikan tunggal dari satu bentuk tertentu kemudian diberikan secara suntikan di bawah kulit atau dalam otot pada relawan yang HIV-negatif dengan dosis obat 200, 400 dan 600mg.

Rilpivirine dikeluarkan secara perlahan, memberi tingkat obat yang tertahan dan dapat diukur selama dua bulan pada tikus dan selama enam bulan pada manusia. Dalam penelitian terhadap hewan, suntikan di bawah kulit memberi tingkat obat yang tertahan lebih lama dibandingkan dengan suntikan dalam otot. Tetapi tidak ada perbedaan pada manusia. Ini adalah sesuatu yang baik karena relawan pada penelitian ini mengalami efek samping yang cukup tinggi – benjolan yang keras (indurasi), nyeri dan pembengkakan pada tempat suntikan – yang terjadi pada suntikan di bawah kulit namun tidak terjadi pada suntikan dalam otot.

Gerben van t’Klooster mengatakan bahwa konsentrasi obat paling tinggi tercapai kurang lebih tiga jam setelah suntikan. Tingkat dalam tubuh setelah satu dosis menurun ke tingkat IC90 efektif yang terendah dengan konsentrasi rilpivirine 94ng/ml (nanogram per milliliter) dalam beberapa hari. Tetapi uji coba pada anjing menunjukkan bahwa dengan dosis berulang mencapai tingkat obat ‘yang stabil’ dalam tubuh. Van t’Klooster menunjukkan model PK yang masih berupa teori ini menunjukkan bahwa setelah tingkat stabil ini tercapai, suntikan secara bulanan kemungkinan cukup untuk memastikan konsentrasi rilpivirine tidak turun di bawah batas IC90.

Van t’Klooster mengatakan langkah selanjutnya adalah untuk memekatkan rilpivirine dalam nanopartikel secara lebih efisien sehingga volume yang disuntikkan dapat dikurangi.

Dia menambahkan: “Saya berharap saya meyakinkan Anda terhadap kemungkinan munculnya pemberian dosis antiretroviral (ART) yang benar-benar dilakukan dengan jangka waktu yang lama – pada rangkaian profilaksis dan terapeutik,” memberi isyarat bahwa Tibotec juga tertarik dengan bentuk suntikan yang dikeluarkan secara perlahan ini untuk dipakai sebagai profilaksis prapajanan (PrPP) atau dalam mikrobisida.

Dia mengatakan bahwa Tibotec secara giat mencari molekul untuk dipasangkan dengan rilpivirine sehingga terapi kombinasi yang sungguh-sungguh dapat disuntikkan tersebut dapat ditemukan. Dia mengatakan bahwa obat semacam darunavir memerlukan dosis harian yang terlalu besar untuk memungkinkannya dijadikan sebagai formulasi suntikan yang dikeluarkan secara perlahan, karena volume suntikan yang besar tidak dapat ditahan.

Tetapi kelompok lain yang berpusat di Universitas Creighton di Omaha, Nebraska, berhasil menciptakan nanopartikel yang mengandung lopinavir, ritonavir dan efavirenz yang dapat dikeluarkan secara perlahan. Sejauh ini mereka hanya melakukan uji coba terhadap unsur pengeluaran obat dari partikel dengan menahannya dalam medium di piring laboratorium. Tingkat obat terbanyak yang dapat dicapai dalam medium ini tercapai dalam enam hari, tetapi pada hari ke-30 konsentrasi obat dalam medium tersebut masih ada, lebih dari 30mg/ml obat bahkan dengan perubahan medium secara rutin,. Mereka juga melakukan uji coba untuk menunjukkan bahwa nanopartikel mudah diserap oleh makrofag yang diambil dari monosit manusia, sejenis sel sistem kekebalan.

Dua buah poster lain menggambarkan secara rinci cara memakai nanopartikel. Dalam uji coba lain di Universitas Creighton, ilmuwan berhasil memasukkan indinavir ke dalam nanopartikel kemudian mengambil makrofag yang diambil dari sumsum tulang belakang (bone-marrow-derived macrophag/BMM), sejenis sel sistem kekebalan lain, untuk menyerapnya. Kemudian obat ini disuntikkan pada tikus yang pernah mempunyai ensefalitis terkait HIV. BMM secara luar biasa mampu berpindah menuju otak tempat sel dirusak karena peradangan terkait HIV. Sebaliknya BMM tidak ditemukan di bagian otak yang tidak meradang. Model ini memberi cara yang luar biasa dan sangat tepat untuk membidik obat yang biasanya tidak mampu menembus sawar darah-otak secara efisien, mencapai bagian otak yang paling membutuhkan obat tersebut.

Terakhir, tim dari Universitas North Carolina mengaitkan CCR5 inhibitor yang biasanya tidak aktif pada nanopartikel emas, dengan demikian kegiatan anti-HIV dapat diaktifkan kembali. Tujuan untuk melakukan ini adalah untuk menciptakan molekul kompleks obat-emas yang besar yang dapat berperan sebagai dan berinteraksi dengan protein virus yang besar, dan pada akhirnya mengembangkan mekanisme untuk memasukkan unsur ke dalam ruang sel yang terbukti sulit dibidik dengan obat molekul kecil. Sebuah contoh termasuk faktor kemampuan virus untuk menulari (viral infectivity factor/vif), protein HIV tambahan yang selama bertahun-tahun merupakan target yang menggiurkan untuk mengantar obat HIV tetapi selama ini terhindar dari obat penghambat.


0 komentar:

Teks untuk tes

Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all